Magetan — Net88.co — Baru-baru ini sejumlah konten kreator tengah ramai memviralkan sebuah situs keramat yakni bernama Punden Jaran Panoleh yang berada di Kelurahan Alastuwo, Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan, yang konon katanya dipercaya dapat dijadikan media untuk tujuan spiritual.
Namun apa jadinya jika baru seumur jagung viral sudah dimanfaatkan oleh sejumlah orang yang mengaku sebagai warga lingkungan setempat dengan melakukan pungutan dengan nominal yang cukup fantastis.
Hal tersebut dibuktikan dengan adanya kedatangan sejumlah awak media yang hendak meliput lokasi situs punden, namun ketika bertanya terkait titik lokasi pada sejumlah warga setempat seakan-akan dihalangi dan diharuskan untuk membayar sejumlah uang yang dinilai cukup besar.
Tak main-main sejumlah oknum tersebut meminta uang senilai Rp. 1.000.000 dengan dalih untuk kepentingan lingkungan. Diketahui harga tersebut katanya berlaku bagi konten kreator maupun orang yang ingin mengambil gambar untuk kepentingan publikasi lokasi tersebut.
“Gak usah basa-basi, kalau mau ambil gambar disana harus bayar satu juta, uang itu kita bagi untuk keperluan lingkungan dan juga untuk juru kunci, apalagi ini untuk konten kreator, kan jelas bisnis,” ungkap salah satu oknum yang mengaku warga setempat.

Secara tidak langsung, awak media juga dihalang-halangi untuk mendatangi lokasi punden dengan alasan hanya bisa didatangi pada hari-hari tertentu. Hal tersebut diungkapkan oleh juru kuncen punden sekaligus yang menjabat sebagai ketua RW setempat.
“Gak bisa didatangi itu mbak, bisanya hari-hari tertentu, kapan-kapan saja,” ungkap juru kunci punden Jaran Panoleh yang akrab disapa Mbah Parlan.
Permasalahan tersebut tentu menjadi sorotan publik, kabarnya selain awak media/konten kreator yang dimintai sejumlah uang, pengunjung yang ingin melakukan ziarah juga dimintai sejumlah uang dengan nominal yang bervariasi. Hal itu tentu menarik perhatian khalayak umum yang merasa miris dengan ulah sejumlah oknum yang dinilai melakukan pungutan dengan dalih kepentingan lingkungan.
Adanya peristiwa tidak mengenakkan tersebut, selanjutnya awak media melakukan konfirmasi dengan Kepala Kelurahan setempat. Tak sampai disitu ketika hendak bertanya keberadaan Kepala Kelurahan seorang perempuan yang sedang standby diruang pelayanan Kelurahan Alastuwo mengatakan bahwa Mbah Lurah tidak berada ditempat karena ada giat di Pemkab.
Selanjutnya ketika ditanya keberadaan Sekretaris Kelurahan (Carik) juga dikatakan tidak ada ditempat. Namun anehnya ketika awak media mau melakukan konfirmasi terkait pungutan di Punden Jaran Panoleh perempuan yang seperti staff kelurahan tersebut mengatakan dirinya menjabat sebagai Sekretaris (Carik).

Kejanggalan tersebut tentu menimbulkan stigma negatif bagi awak media bahwa pejabat publik seharusnya tidak main kucing-kucingan dengan wartawan yang ingin mendapatkan informasi. Apalagi sesuai aturan pejabat publik harus senantiasa terbuka dalam menyampaikan informasi dan berinteraksi dengan semua elemen masyarakat.
“Saya mohon maaf, mungkin Bu Carik tidak tau saya sudah datang, soalnya tadi ada giat di Pemkab, dan baru kembali,” terang Kepala Kelurahan Alastuwo Purnomo. Kamis, (05/06/2025) siang.
Ketika ditanya berkaitan adanya pungutan yang dilakukan oleh sejumlah oknum warga lingkungan disekitar punden Jaran Panoleh pihaknya merasa prihatin dan menyayangkan. Pasalnya, warga harus berterimakasih baik pada media maupun konten kreator yang datang karena telah memviralkan keberadaan Punden Jaran Panoleh yang memiliki potensi wisata religi bagi kelurahan setempat.
“Saya tentu prihatin dan menyayangkan, karena baru dengar ini pengunjung yang datang ke punden dipungut biaya segitu,” katanya.
Beliau mengaku bahwa pungutan itu dilakukan tanpa sepengetahuan pihak Pemerintah Kelurahan Alastuwo, apalagi kuncen Punden tersebut notabenenya adalah Ketua RW setempat.
“Juru kuncinya itu Ketua RW mbak, beliau juga tidak bilang apa-apa, tentu kami kaget kok ada warga yang melakukan pungutan segitu, karena ini baru pertama kalinya saya mendengar hal ini,” imbuhnya.
Kedepan, Purnomo akan melakukan pembahasan permasalahan ini pada warga maupun tokoh-tokoh setempat saat adanya rapat yang rutin dilakukan setiap bulan guna menindak oknum-oknum yang melakukan pungutan.
“Kita ada rapat rutinan setiap bulannya, tentu masalah ini akan kita bahas, supaya kejadian seperti ini tidak terulang kembali, kalau toh ada pungutan pada pengunjung bisa dengan cara yang baik seperti parkir maupun secara sukarela, tidak menarget nominal,” pungkasnya.
Tentu sangat disayangkan, ketika potensi desa yang seharusnya dikembangkan dengan baik dan menarik minat pengunjung justru dimanfaatkan oleh sejumlah oknum dengan mengatasnamakan lingkungan yang diduga dijadikan ajang bisnis segelintir orang. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus, apapun bentuknya pungutan liar tanpa musyawarah dan kesepakatan tidak dibenarkan adanya sesuai dengan aturan Undang-undang yang berlaku. (Vha)