Tulungagung, NET88.CO – Caroline kelurahan Kutoanyar Kecamatan/ Kabupaten Tulungagung, selaku pelapor dalam perkara pasal 266 KUHP ayat 2 kembali menyampaikan rasa kekecewaannya terhadap proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tulungagung.
Pihaknya menilai, sejak dari proses persidangan agenda saksi hingga saat ini sudah memasuki tahap pembacaan keputusan mengalami beberapa kali penundaan.
“Saya kecewa sejak mulai dari persidangan agenda saksi, misalkan saat agenda sidang pertama saksi belum siap akhirnya ditunda, pada agenda sidang kedua saksi juga belum siap dan itupun masih minta penundaan lagi tapi oleh majelis hakim tidak diperkenankan. Kemudian agenda pembacaan Vonis juga demikian, yang semestinya dijadwalkan tanggal 8 September 2024 kalau tidak salah itu ditunda lagi menjadi tanggal 11 September 2024 dan itu pun ditunda lagi pada 18 September 2024 nanti,” ucap Caroline, Jumat (13/09/2024).
“Saya jadi berfikiran apakah prosedurnya seperti itu atau apakah ada upaya-upaya dari pihak lain untuk sengaja mengulur-ngulur dan otomatis saya juga menduga. Ada apa ini kok sampai berkali-kali ditunda??? ,” imbuhnya.
Lanjutnya mengatakan, dengan adanya proses persidangan yang seperti ini tentunya masyarakat lain yang tahu akan hal ini juga mempunyai anggapan yang sama terkait hal ini.
“Sebagai pelapor, tentunya saya sangat berharap proses peradilan berjalan sebagaimana mestinya biar bisa menjadi edukasi bagi masyarakat lainnya, karena ancaman hukuman dalam pasal 266 KUHP itu tidak main-main yakni maksimal 7 tahun penjara, itupun jika mengacu pada ancaman diatas 5 tahun penjara, semestinya terdakwa kan dilakukan penambahan tapi dalam hal ini terdakwa tidak ditahan,” kata Caroline.
Di tempat yang sama, Sumardhan SH, MH, selaku Penasehat Hukum Caroline, menganggap bahwa penundaan dalam proses persidangan adalah merupakan kewenangan majelis hakim. Tetapi menurut Sumardhan yang menjadi persoalannya adalah perkara yang diadili tersebut adalah perkara yang gampang.
“Perkara ini sebenarnya perkara yang gampang, mengapa dianggap gampang karena jelas bahwa yang dilaporkan ini perkara 266 yakni membuat akte palsu dari nama Suprihatin menjadi Herlina. Yang menjadi pertanyaan saya dimana letak susahnya hakim dalam membuat suatu pertimbangan hukum? ,” ungkapnya.
“Jadi tidak ada alasan lagi, kecuali sesuatu yang diputuskan hakim itu tidak punya rujukan atau ini persoalan hukum baru misalnya, penundaan yang kayak begini kan tidak jelas, sehingga bisa menimbulkan persepsi masyarakat pada umumnya khususnya pada klien kami sebagai korban malah curiga ada apa dengan hakim ini,” tambahnya.
Ia berharap, apa yang menjadi tuntutan jaksa yang dinilai terlalu ringan bisa segera dijalankan.
“Keputusan tetap kita serahkan pada majelis hakim, akan tetapi jika nantinya pada sidang agenda keputusan nanti di tunda lagi, tentunya kami tidak akan begitu saja tinggal diam. Ya bisa saja kami akan berkirim surat kemana-mana sebagai bentuk pantauan atau koreksi,” harapnya.
“Sekali lagi saya tegaskan, ini sebenarnya bukan perkara yang sulit mungkin hakim saja yang membuat sulit perkara ini dan itu menjadikan azas peradilan cepat sederhana dan ringan itu tidak ada, sehingga masyarakat akan berasumsi lain terhadap penanganan perkara ini. Terlebih perkara ini sudah didukung adanya bukti-bukti yang kuat,” tegas Sumardhan.
Sementara itu, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Tulungagung, Nanang Zulkarnain, SH, saat dikonfirmasi di ruang kerjanya menjelaskan, perkara dengan terdakwa Suprihatin alias Herlina tahap pemeriksaannya sudah pada tahap rencana pembacaan keputusan.
Menurutnya, pembacaan putusan belum bisa dilakukan karena konsep keputusannya masih belum selesai.
“Ini sudah pada tahap rencana pembacaan keputusan, karena konsep keputusannya belum selesai maka majelis memandang perlu untuk menunda guna menyempurnakan konsep keputusannya dan sebagaimana jadwal yang sudah ditetapkan maka akan kita jadwal pada Rabu tanggal 18 September 2024 nanti,” pungkasnya. (Dst/Dhlo)