Magetan|| Net88.co || Dalam era Reformasi, Pemilu nasional telah dilaksanakan sebanyak lima kali, yaitu Pemilu tahun 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019.
Namun, sampai saat ini pesta demokrasi di Indonesia tidak lepas dari politik uang atau money politik yang selalu menjadi musuh utama bagi penyelenggara dan kandidat yang berintegritas.
Politik uang dimaksudkan sebagai praktek pembelian suara pemilih oleh peserta pemilu maupun oleh tim sukses, baik yang resmi maupun tidak. Biasanya sebelum pemungutan suara dilakukan, pesera pemilu atau tim sukses akan mulai bergerilya mencari suara pasti.
Salah satu alasan terjadinya politik uang atau money politik karena adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap para kandidat calon pemimpinnya. Hal tersebut dapat memberikan efek negatif bagi para elit dengan menghambur – hamburkan uang dalam waktu sekejap, demi kekuasaan semata.
Harusnya masyarakat saat ini berfikir lebih cerdas bahwa hal tersebut secara nyata telah merendahkan martabat rakyat dan juga menjebak dan membelenggu rakyat dengan apa yang didapat selama 5 tahun kedepan.
Dengan demikian berbagai macam masalah yang ditimbulkan oleh politik uang ini adalah menghilangkan kesempatan munculnya pimpinan daerah yang berkualitas. Politik mempengaruhi partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan umum dan merusak demokrasi dan merugikan masyarakat.
Jika betul suara rakyat adalah suara Tuhan, ya seharusnya tidak bisa dibeli.
Kita semua pasti berharap menghadirkan kontestasi demokrasi yang berkeadilan bagi semua calon legislatif, baik yang bermodal besar atau tidak. Terutama memberikan kesempatan anak muda menghadirkan ide dan gagasannya tanpa tersandera oleh ada atau tidaknya isi tas mereka. Karena kebebasan berpolitik adalah hak konstitusional dasar dan kebebasan warga negara yang sudah diatur oleh undang-undang.
Untuk itu, mari kita hilangkan budaya politik uang atau money politik yang sekian lama menjadi sebuah budaya di negara kita. Agar bisa benar-benar menciptakan pemimpin yang berkualitas dan bisa mensuarakan suara rakyat.
Penulis Opini : Andri Agus Setiawan
(Tokoh Milenial Kabupaten Magetan)