NEWS  

Tegas, Kuasa Hukum ZF Minta APH Periksa Dugaan Keterlibatan Pengusaha SPBU Kasus Tambang Illegal

Simeulue, NET88.CO – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sinabang, Simeulue memvonis terdakwa ZF atas kasus pertambangan ilegal dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 1 miliar (atau 3 bulan kurungan jika denda tak dibayar). Putusan Pengadilan Negeri Sinabang perkara nomor 28/Pid.sus/2024/PN Snb tersebut dibacakan pada Senin, 20 Januari 2025 lalu.

Namun, fakta mengejutkan terungkap selama persidangan. Kuasa hukum terdakwa ZF, Idris Marbawi mengungkapkan keterlibatan Faisal, saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ia menyebutkan, dalam fakta persidangan, Faisal pemilik SPBU Mini di Desa Simpang Abail, mengaku telah menghubungi Zul Fahmi pada 20 April 2024 untuk menanyakan harga tanah timbun (per dumptruck).

“Sehingga terjadi negosiasi di antara saudara ZF dengan Saudara Faisal yang kemudian deal/putus harga di Rp 220.000 per dumptruck. Faisal mengakui bahwa tanah tersebut digunakan untuk penimbunan SPBU Mini miliknya bersama Muktar dan Marsuki,” kata Idris melalui siaran pers yang diterima media ini. Sabtu 01 Februari 2025

Lanjut Idris, lebih mengejutkan lagi, dalam kesaksiannya, Faisal mengakui bahwa dirinya bersama Muktar yang melakukan pembayaran atas tanah galian yang dikerjakan oleh terdakwa ZF.

“Saudara Faisal dalam kesaksiannya juga mengakui bahwa sama sekali tidak memiliki izin apapun terkait kegiatan usaha pertambangan, baik Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk Operasi dan Produksi, kegiatan pengangkutan hasil pertambangan, kegiatan pasca tambang, maupun kegiatan lainnya yang memerlukan IUP terhadap kegiatan galian tanah yang digunakan untuk penimbunan usaha SPBU MINI miliknya dan Muktar serta Marsuki,” ungkapnya.

Selain itu, Idris menyebutkan, saksi lainnya, yakni, Zuhri, Kamel, Azhar dan Safrizal yang bekerja sebagai pengangkut tanah galian, menyatakan pembayaran atas pengangkutan tanah galian tersebut dilakukan oleh Faisal, berdasarkan jumlah trip dengan hitungan per trip sebesar Rp 80.000.

“Ini menandakan bahwa para saksi tersebut adalah orang yang diperintahkan oleh Saudara Faisal untuk membantu pengangkutan galian tanah yang sedang di kerjakan oleh saudara ZF agar dibawa dan ditimbunkan di lokasi SPBU MINI milik Faisal, Muktar dan Marsuki,” ujarnya.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, kata Idris, diduga kuat Faisal, Muktar, dan Marsuki turut serta melakukan penambangan tanpa izin (PETI), hal ini sebut Idris, melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dengan ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp 100 miliar sesuai Pasal 158 ayat (3) UU tersebut.

Oleh sebab itu, Idris meminta kepada penyidik Polres Simeulue untuk dapat menindak lanjuti fakta-fakta yang terungkap dalam hasil putusan perkara ZF dengan nomor 28/Pid.sus/2024/PN Snb dimana dalam proses persidangan tersebut bahwa Faisal, Mukhtar dan Marsuki sebagai pemilik SPBU diduga kuat terlibat dalam kasus pertambangan ilegal tersebut.

“Karena kesaksian saudara Faisal menyatakan secara terang-terangan meminta kepada sudara ZF untuk membeli tanah milik ZF yang digunakan untuk timbunan SPBU milik saudara Faisal, Mukhtar dan Marsuki,” pungkasnya.

Idris menambahkan, penambangan galian C tanpa izin resmi merupakan tindak pidana, sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

“Pada pasal 158 pada UU Nomor 3 Tahun 2020 disebutkan, bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin resmi bisa dipidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp100 miliar,”

Dan, pasal 161 menyebutkan, “Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan Pengolahan dan atau Pemurnian, Pengembangan dan/atau Pemanfaatan, Pengangkutan, Penjualan Mineral dan/atau Batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf c dan huruf g, Pasal 104, atau Pasal 105 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.00,00 (seratus miliar rupiah).”

Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai pengawasan pertambangan di wilayah Simeulue dan kemungkinan keterlibatan pihak lain yang lebih besar. Pihak berwajib diharapkan segera menindaklanjuti temuan ini untuk mengungkap jaringan PETI yang lebih luas.

vvvv