Magetan — Net88.co — Putusan Pengadilan Negeri (PN) Magetan dalam perkara perdata Nomor 35/Pdt.Sus-Parpol/2025/PN Mgt pada Rabu (03/12/2025) bukan sekadar penutup perkara, melainkan sinyal kuat penegasan batas kewenangan peradilan umum terhadap sengketa internal partai politik. Dalam sidang yang dibacakan oleh pihak PN Magetan Dedi Al Parezi sekitar pukul 14.23 WIB, majelis hakim mengabulkan eksepsi tergugat, menegaskan bahwa PN Magetan tidak berwenang mengadili perkara tersebut, serta menghukum penggugat membayar biaya perkara Rp270.000.
Putusan itu menampar keras langkah hukum penggugat Nur Wakhid yang sejak awal dinilai menabrak mekanisme penyelesaian konflik internal partai. Majelis hakim dengan tegas menyatakan bahwa persoalan ini merupakan sengketa parpol yang wajib diselesaikan melalui Mahkamah Partai sebelum melangkah ke peradilan umum. Pernyataan resmi pun langsung diumumkan oleh pihak PN Magetan di Media Center PN Magetan Kelas II.
Langkah penggugat yang memaksa masuk melalui jalur PN justru dinilai sejumlah pihak sebagai tindakan gegabah dan tidak memahami tata aturan kepartaian. Di mata publik, upaya tersebut hanya menambah beban pengadilan yang tengah berjibaku dengan banyaknya perkara warga.
Kuasa hukum tergugat, Ahmad Setiawan, S.H., M.H., dan Okky Andriyan, S.H., menilai putusan majelis tidak hanya tepat, tetapi sekaligus meluruskan kesalahan prosedural yang dilakukan penggugat.
“Kami sudah prediksi sejak awal bahwa PN Magetan memang tidak memiliki kewenangan mengadili sengketa internal partai. Undang-undang sudah sangat jelas. Mahkamah Partai dulu, baru bisa naik ke pengadilan umum jika mekanisme internal sudah selesai,” tegas Ahmad Setiawan.
Ia menambahkan bahwa langkah penggugat bukan hanya salah kaprah, tetapi juga berpotensi menjadi preseden buruk jika tidak dihentikan.
“Kalau mekanisme dasar saja dilanggar, bagaimana sengketa bisa dianggap sah? Majelis hakim sudah sangat tepat dan objektif,” lanjutnya.
Sementara itu, kubu tergugat menilai bahwa putusan ini merupakan pembenaran atas argumentasi hukum mereka sejak awal. Bagi pihak tergugat, gugatan tersebut tidak lebih dari upaya memaksakan tafsir hukum demi kepentingan internal politik yang tidak ada urgensinya dibawa ke meja PN.
Reaksi publik turut menguatkan kritik terhadap langkah penggugat. Banyak yang menilai bahwa membawa sengketa internal partai ke pengadilan negeri hanya membuang waktu dan energi lembaga peradilan.
Disamping itu, langkah penggugat justru menunjukkan lemahnya pemahaman terhadap tata kelola organisasi politik.
Putusan PN Magetan dapat dibaca sebagai teguran yuridis bagi siapa pun yang mencoba menyeret pengadilan umum ke dalam konflik internal partai. Majelis hakim menegaskan bahwa hukum memiliki jalur tetap dan tidak dapat diubah hanya karena ambisi atau kepentingan tertentu.
Dengan dikabulkannya eksepsi, perkara ini tidak hanya gugur secara prosedural, tetapi juga menunjukkan bahwa jalur yang ditempuh penggugat sejak awal tidak sah. Putusan ini sekaligus memperkuat posisi kubu tergugat bahwa gugatan tersebut cacat logika, cacat mekanisme, dan cacat landasan hukum.
Untuk saat ini, sengketa berhenti di PN Magetan dan hanya dapat berlanjut jika penggugat benar-benar menempuh mekanisme Mahkamah Partai. Putusan ini menjadi pengingat bahwa institusi hukum tidak boleh dipaksa mengikuti kepentingan sempit siapa pun — terlebih jika menyangkut dapur internal partai politik. (Vha)







