TULUNGAGUNG, Net88.CO- Kelompok Masyarakat (Pokmas) Mergo Mulyo, Desa Ngepoh, terus berjuang mencari keadilan terkait kejelasan status tanah adat di desanya yang saat ini terdapat bangunan Shangrila Memorial Park.
Tanah tersebut, tanpa persetujuan Pokmas sudah berdiri bangunan yang akan dijadikan pemakaman elit dan alih fungsi kegunaannya.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Pokmas “Mergo Mulyo” Agus Rianto saat dikonfirmasi sejumlah wartawan pada Selasa (15/07/2025) malam.
Agus menerangkan, permasalahan tersebut sudah pernah diperjuangkannya sejak tahun 2006. Dimana pada tahun 1901 tanah tersebut merupakan tanah adat desa yang kemudian oleh seorang warga Belanda disewa untuk perkebunan karet melalui Martorejo Kepala Desa yang menjabat saat itu dan tanah yang berada di wilayah dusun Tumpak Mergo tersebut sudah dihuni sebanyak 93 rumah.
Seiring berjalannya waktu, lanjutnya, kerjasama sewa lahan tersebut berjalan dengan baik. Kemudian di akhir tahun 1975, pihak penyewa mengalami krisis keuangan dan semestinya lahan tersebut dikembalikan kepada warga. Namun tanpa sepengetahuan warga lahan tersebut sudah dikuasai oleh PT Margasari Jaya yang notabenenya terbit HGU (Hak Guna Usaha) sekitar tahun 1984 dan masa berakhirnya HGU tersebut pada 31 Desember 2008.
“Dalam masa penguasaan peralihan dari Albert warga Belanda ke PT Margasari Jaya penduduk masih berdomisili di lahan tersebut, tetapi setelah masa peralihan tahun 1978-1982 masyarakat yang berdomisili di dusun Tumpak Mergo dilarang atau diusir secara sepihak dengan disertai intimidasi sangat keras dan tidak ada ganti rugi,” terangnya.
Diungkapkan, pada tahun 2007 pihaknya menindaklanjuti permasalahan tersebut melalui audiensi dengan Pemerintah Kabupaten dan DPRD Tulungagung namun mengalami jalan buntu.
“Tahun 2008 kami juga membawa permasalahan ini ke Kanwil BPN Jawa Timur dan Kementerian ATR/BPN dan disitu kami diberi petunjuk dan bukti-bukti bahwa lahan seluas kurang lebih 264 hektar tersebut merupakan lahan milik warga desa Ngepoh,” ungkapnya.
Bahkan, pada tahun 2008 Kanwil BPN Jawa Timur juga telah menerbitkan surat perihal untuk pengembalian hak dan ukur global guna menindaklanjuti rincian tanah di Desa Ngepoh seluas 264 Hektar, yang mana pada tahun 1901 asal mulanya adalah tanah warga Dusun Tumpak Mergo yang dihuni terdiri dari 5 RT dengan jumlah penduduk 135 KK supaya tanah tersebut di Redistribusikan menjadi hak milik penuh adat warga Desa Ngepoh, Kecamatan Tanggunggunung. Surat tersebut tertanggal 19 Mei tahun 2008.
Namun seiring berjalannya waktu surat dari Kanwil BPN Jawa Timur tidak pernah dilaksanakan oleh BPN Tulungagung, kemudian pihaknya kembali bersurat terkait kekecewaan warga hingga Kanwil BPN Jawa Timur pada 14 Agustus 2008 kembali menerbitkan surat permohonan untuk penelitian ulang lahan tersebut, namun langkah warga Ngepoh kembali terhenti hingga sekarang.
“Setelah itu tidak pernah ada tindak lanjut dari Kantor BPN Tulungagung dan justru ada banyak intervensi-intervensi dari oknum Birokrasi dan aparat. akhirnya di tahun 2022, masuklah PT Sang Lestari Abadi yang membangun Shangrila Memorial Park untuk pemakaman Cina,” paparnya.
Agus juga mengatakan, pada tahun 2023 pihaknya juga pernah beraudiensi di Istana Negara melalui Deputi 2 Usep Setiawan yang kemudian memberikan petunjuk untuk beraudiensi dengan Kementerian Agraria dan diterima oleh Agung Darmawan.
“Dari pusat pun sudah memberikan petunjuk untuk penyelesaian masalah ini tapi semuanya terkendala di Pemerintah Kabupaten yang akhirnya di tanggal 08 Juli 2025 kami memberikan kuasa kepada advokat Billy Nobile & Associates (BNA) untuk melanjutkan perjalanan ini melalui jalur hukum,” tutupnya.
Sementara itu, Mohammad Ababil Mujaddidyn, S.Sy.,M.H, CLA., advokat BNA selaku kuasa hukum dari Pokmas Mergo Mulyo menyampaikan, pihaknya sudah melakukan langkah-langkah hukum guna penyelesaian masalah tersebut yaitu dengan melayangkan Somasi kepada Kepala Kantor ATR/BPN Tulungagung.
Menurutnya, Kepala Kantor ATR/ BPN Kabupaten Tulungagung tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab terhitung sejak tahun 2008 hingga sekarang yang menyebabkan konflik tanah berkepanjangan, sehingga masyarakat Desa Ngepoh tidak kunjung mendapatkan haknya.
Billy menyebut Kepala Kantor ATR/BPN Tulungagung dianggap lalai dan melakukan pembiaran atas lahan tersebut karena tidak mempergunakan haknya berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri No. SK.9/HGU/DA/1984 tanggal 15 Maret 1984 yang justru saat ini terdapat bangunan dengan bertuliskan “Shangrila Memorial Park”.
“Kami menilai Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung lalai dan tidak melaksanakan tugas sesuai dengan SK Mendagri Nomor 9/HGU/DA/84 tanggal 15 Maret 1984,” sebutnya.
Selain itu, Billy juga menyebut dengan tidak dilaksanakannya surat perintah dari Kanwil BPN Jawa Timur oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung dari tahun 2008 hingga sekarang menyebabkan konflik berkepanjangan sehingga masyarakat Desa Ngepoh tidak kunjung mendapatkan haknya.
Dalam hal ini, ia memberikan waktu paling lama 7 X 24 jam kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung menyelesaikan kewajibannya untuk segera meredistribusikan obyek tersebut menjadi hak milik penuh adat warga desa Ngepoh Kecamatan Tanggunggunung.
“Kami beri waktu 7 kali 24 jam untuk menyelesaikan masalah ini, namun jika tidak mengindahkan Somasi kami ini maka kami akan melakukan upaya hukum untuk menguasai obyek tersebut berdasarkan surat perintah dari BPN Kanwil Jawa Timur,” pungkasnya. (Dhlo/Dst)