Bondowoso, NET88.CO – KUR atau yang biasa disebut Sebagai Kredit Usaha Rakyat merupakan suatu pembiayaan usaha yang diberikan terhadap Usaha Mikro Kecil Menengah Koperasi (UMKM-K) dalam bentuk pemberian fasilitas capital (modal) dan investasi yang didukung oleh jaminan fasilitas untuk usaha produktif.
Penyaluran kredit usaha rakyat telah diatur jelas oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 10/PMK.05/2009.
Dalam hal pemberian KUR ini perlu dilakukan pengawasan yang intensif dari pihak terkait karena berdasarkan fakta dilapangan potensi penyalahgunaan dari KUR ini cukup besar.
Beberapa kasus menyangkut KUR, seperti halnya adalah kasus mantan Kepala Bank Jatim Magetan, yang terlibat kasus Kredit Usaha Rakyat (KUR) fiktif dimana terdakwa (Malakin) terancam hukuman 5 tahun penjara karena terlibat kasus KUR fiktif. Dalam kasus tersebut, Malakin (terdakwa) mencairkan dana sebesar Rp 32 miliar bagi 100 lebih kepada para debitor ketika ia menjabat sebagai kepala Bank Jawa Timur. Padahal, syarat-syarat pengajuan dan pencairan dana KUR tersebut tidak terpenuhi.
Namun, dengan alasan demi memenuhi target KUR Bank Jatim cabang Magetan, Malikin (terdakwa) tetap berkukuh mencairkan dana tersebut.
Sehingga hal tersebut jelas melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan khususnya pasal 49 ayat (1).
Kasus lainnya yaitu KUR fiktif pada Bank Jatim khususnya Cabang Malang yang bermodus pengajuan kredit pegawai yang menggunakan pemalsuan dokumen data pegawai non-PNS yang mengaku sebagai PNS.
Dalam kasus ini terjadi kerugian Negara atas pemalsuan dokumen tersebut senilai 10 miliar. Dari kasus tersebut, 2 (dua) orang dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana 4 sampai 20 tahun dan denda 200 juta hingga 1 miliyar serta ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus selanjutnya adalah 16 Peternak sapi asal Pacitan ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi kredit usaha Peternakan Sapi senilai Rp 5,3 Miliar. Kasus bermula pada tahun 2010, saat pemerintah meluncurkan program usaha pembibitan melalui Kredit Usaha Peternakan Sapi (KUPS). Kredit disalurkan melalui Bank Jatim. Para tersangka dengan adanya program KUPS membentuk kelompok ternak baru. Karena mereka adalah kelompok ternak baru, maka kedua kelompok ternak itu tidak terdaftar di dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Pacitan.
Namun mereka tetap mengajukan kredit masing-masing Agromilk mendapat Rp. 3.995.000.000 dan Rp 1.381.000.000. Penggunaan kredit untuk pembelian sapi, biaya kandang, pakan, obat-obatan, inseminasi dan pemasangan chip.
Khusus untuk pembelian sapi dana dibayarkan langsung oleh pihak Bank Jatim kepada perusahaan penyedia sapi yang telah ditunjuk kelompok. Setelah mendapat kredit dan mendapatkan sapi, ternyata para tersangka tidak berpengalaman memelihara sapi. Akibatnya sapi tidak dipelihara dengan baik. Dengan alasan ada yang sakit dan beberapa yang mati akhirnya para peternak menjual semua sapi tersebut tanpa mengganti sesuai yang persyaratan dalam kredit.
Dari ketiga kasus yang telah dipaparkan diatas, terdakwa dijatuhkan delik berupa tindak pidana korupsi. Unsur tindak pidana korupsi dijatuhkan dalam sebuah kasus terkait adanya kerugian negara. Apabila dalam kegiatan perkreditan di bank dapat diindikasi terjadi tindak pidana korupsi, sedangkan bank adalah badan hukum privat, maka harus dilakukan Analisa lebih mendalam terkait adanya unsur kesalahan dalam pemberian KUR dan darimana unsur kerugian negera dapat ditemukan dalam kasus penyaluran kredit oleh sebuah bank. Hal ini merupakan hal yang fundamental, karena bank penyalur dalam skema KUR bukan hanya bank pemerintah, namun juga dapat dilakukan oleh bank swasta.
Berdasarkan penelusuran dari Tim investigasi Media Sigap88, KUR Ternak di Bondowoso ada dua Colection Agent (CA) yang cukup fantastik, yaitu Kelompok MS sekitar 120 orang dan Kelompok AF sekitar 140 orang (Data terakhir yang masih mempunyai piutang,red) dengan per orang @Rp. 45.000.000,00.
Hal sedikit aneh terungkap ketika investigasi dilakukan disalah satu Desa dimana penerima KUR Ternak merupakan kerabat dekat dari salah satu oknum pejabat teras BNI KCP Bondowoso (Saat ini sudah di Mutasi) dan hal tersebut dilakukan sewaktu yang bersangkutan mempunyai suatu jabatan strategis yang menentukan terkait proses KUR tersebut.
Lebih mirisnya, berdasarkan pengakuan salah satu penerima (di desa setempat,red) orang tua dari pejabat BNI tersebut juga memperoleh KUR tersebut, dan lebih mirisnya warga penerima KUR Ternak di Desa tersebut bukan orang yang selama ini mempunyai background Peternak.
Harson Murstyono selaku Pgs. Pimpinan Cabang BNI 46 Jember, Hari Rabu (14/06/2023) sewaktu ditemui untuk dikonfirmasi menegaskan dalam satu poinnya sewaktu ditanyakan mengenai dugaan keterlibatan “Orang Dalam” pihak BNI KCP Bondowoso menegaskan.
“Pihak BNI mempunyai mekanisme yang jelas dalam Reward dan Punisment,” tegasnya.
Di tempat terpisah, Ketua DPC Bara Kabupaten Bondowoso yang akrab dipanggil Bang Juned menyampaikan, “Pemberian kredit bank berpotensi disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mendapatkan keuntungan secara melanggar hukum. Pihak-pihak yang dimaksud adalah mereka yang dalam prakteknya bersentuhan dengan bank baik yang meliputi pihak internal maupun pihak eksternal bank, misalnya pegawai bank, anggota direksi bank, anggota dewan komisaris bank, pemegang saham bank dan nasabah bank,”
“Bentuk penyimpangan dalam pemberian kredit dapat menjadi tindak pidana perbankan, apabila direksi bank atau pegawai di dalam pemberian kredit tidak mengindahkan ketentuan perbankan mengenai prinsip kehatian-hatian dan asas-asas perkreditan serta tidak melakukan penilaian yang seksama mengenai nasabah,”
“Jadi ketika berbicara masalah kredit pada bank yang dibiayai dari keuangan negara, seperti KUR Ternak penyelesaiannya tidak bisa menggunakan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, tetapi penyelesaiannya dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tegas Bang Juned. BERSAMBUNG.
Penulis : Hasan