NEWS  

Hanya Satu Staf Bertugas, Kantor Desa Lembeyan Wetan Disorot Terkait Lemahnya Disiplin Aparatur

oplus_1026

Magetan – Net88.co – Pemerintah desa adalah ujung tombak pelayanan masyarakat. Disiplin waktu seharusnya menjadi prinsip utama, bukan hanya demi tertib administrasi, tetapi juga untuk menutup celah praktik “korupsi waktu”—sebuah bentuk penyimpangan yang kerap dianggap sepele, namun merusak budaya kerja dan kepercayaan publik.

Namun, prinsip itu tampaknya belum sepenuhnya dipahami di Desa Lembeyan Wetan, Kecamatan Lembeyan, Kabupaten Magetan. Selasa (23/9/2025) pukul 09.00 WIB, sejumlah awak media mendatangi kantor desa untuk melakukan koordinasi. Ironisnya, kantor desa yang seharusnya menjadi pusat pelayanan warga justru tampak lengang. Ruangan perangkat desa terkunci rapat, hanya ruang pelayanan di sisi barat yang terbuka. Di dalamnya, hanya terlihat seorang staf perempuan bersama seorang anak kecil—tanpa kehadiran perangkat desa lainnya.

Ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Sekretaris Desa Lembeyan Wetan, Edi Purnomo, beralasan sedang mengikuti pelatihan di Desa Genengan bersama Kepala Desa dan Bendahara. Namun, saat ditanya apakah seluruh perangkat desa ikut pelatihan, hingga berita ini diturunkan, tidak ada jawaban lanjutan.

BACA JUGA :
Miris!!! Oknum Guru di SMPN 1 Maospati Diduga Lakukan Perundungan Terhadap Siswa

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Magetan, Eko Muryanto, saat dihubungi via telepon menegaskan bahwa hanya tiga perangkat desa yang dijadwalkan mengikuti pelatihan di Genengan. “Sisanya seharusnya tetap bertugas di kantor selama tidak ada kegiatan luar lainnya,” tegasnya.

BACA JUGA :
Kisruh Dugaan Pemalsuan Dokumen PTSL, Kades Balegondo Ngariboyo Akui Kesalahan di Pokmas

Padahal, menurut Peraturan Bupati Magetan Nomor 5 Tahun 2022 tentang Jam Kerja Perangkat Desa, yang merujuk pada ketentuan kepegawaian nasional, perangkat desa wajib bekerja sekitar 7,5 jam per hari, Senin hingga Jumat, mulai pukul 08.00 hingga 16.00 WIB. Aturan ini jelas, termasuk ketentuan cuti, istirahat, hingga sanksi bagi pelanggaran.

Sayangnya, realitas di lapangan jauh dari ketentuan tersebut. Fenomena kantor desa tutup lebih awal—bahkan sering kali sudah sepi sejak pukul 13.00—telah menjadi kebiasaan lama di banyak desa di Kabupaten Magetan. Pola kerja berbasis “kebiasaan” ini seolah dibiarkan meski perangkat desa kini mendapat gaji, tunjangan, serta fasilitas dari negara, termasuk tanah bengkok yang nilainya jika diakumulasi setahun sangat besar.

BACA JUGA :
Beri Himbauan Larangan Takbir Keliling Menggunakan Mobil Bak Terbuka, Kasatlantas Polres Magetan Minta Masyarakat Taat Aturan

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius: Apakah perangkat desa sudah benar-benar memahami konsekuensi amanah publik yang mereka emban? Dengan segala tunjangan yang diberikan negara, pelayanan penuh waktu seharusnya menjadi kewajiban mutlak, bukan pilihan.

Sudah saatnya Pemkab Magetan menindak tegas praktik korupsi waktu di tingkat desa. Budaya “kantor hanya formalitas” harus dihentikan, karena pelayanan masyarakat tidak boleh dikorbankan demi kenyamanan pribadi. Disiplin jam kerja bukan sekadar rutinitas, melainkan fondasi kepercayaan antara pemerintah desa dan warganya. (Vha)