NEWS  

Desa Sumber Wringin Resmi Dicanangkan Sebagai Desa Budaya

Bondowoso, NET88.CO – Masyarakat di Kecamatan Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur memiliki tradisi yang tidak terkikis waktu atau masih terus dilestarikan hingga saat ini, yakni ruwatan Nyonteng Kolbuk yang mengantarkan desa Sumberwringin menjadi desa Budaya.

Kepala Desa Sumber Wringin, Dedy Hendriyanto, menyampaikan apresiasinya atas kehadiran berbagai pihak dalam kegiatan tahunan tersebut.

Dedy menegaskan bahwa Desa Sumber Wringin merupakan salah satu desa wisata di Kabupaten Bondowoso yang sejak lama telah memiliki kekayaan budaya yang hidup dan lestari.

“Alhamdulillah, pada tahun 2002, pariwisata kami mendapat rekomendasi sebagai bagian dari desa budaya. Tradisi ini diwariskan turun-temurun dan masih kami lestarikan hingga kini. Apa yang kami tampilkan hari ini bukanlah rekayasa, tetapi murni tradisi asli desa. Meski dengan segala keterbatasan, kami bangga karena masyarakat kami senantiasa mendukung program-program budaya desa,” paparnya.

Kepala Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) Bondowoso, Mulyadi, menjelaskan bahwa kegiatan ini selaras dengan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Menurutnya, Sumber Wringin menjadi desa dengan nilai tertinggi dari tiga desa nominator yang diseleksi sejak enam bulan lalu.

BACA JUGA :
Danbrigif 9/DY/2 Kostrad, Pimpin Sertijab Danyonif 514/SY Kostrad

“Salah satu syarat utama menjadi desa budaya adalah adanya kegiatan budaya tahunan yang berakar dari tradisi lokal. Apa yang dilakukan Desa Sumber Wringin ini sangat memenuhi kriteria. Selain itu, tarian yang ditampilkan juga hasil seleksi ketat dan pembinaan satu minggu oleh Disparbudpora. Tema tarian tahun ini adalah ‘New Tengker Putih’ sebagai simbol pencanangan Desa Budaya Bumi Raung,” papar Mulyadi.

Mewakili Bupati Bondowoso, Sekretaris Daerah (Sekda) Fathur Rozi menyampaikan salam hangat dari Bupati Abdul Hamid Wahid yang berhalangan hadir karena tugas di Jakarta.

“Ini bukan sekadar kegiatan seremonial, tapi perwujudan nyata bagaimana budaya menjadi pondasi pembangunan masyarakat. Presiden Prabowo dalam Nawacita Budaya menyebutkan bahwa membangun bangsa dimulai dari desa. Ketika desa kuat dengan nilai-nilai luhur, maka bangsa pun kokoh,” tegas Fathur Rozi.

Diharapkan agar warisan budaya seperti tarian lokal dijadikan muatan lokal dalam kurikulum sekolah dasar hingga menengah. Ia juga menyoroti pentingnya menjaga makna di balik setiap gerakan seni.

BACA JUGA :
Wakil Ketua DPRD Babel Muhammad Amin, SE datangi warga Desa Nadung Basel

“Gerakan tari tak hanya estetika, tapi sarat makna. Misalnya, tarian ‘Nyonteng’ yang berarti sumber mata air. Ini mengajarkan anak-anak kita untuk menjaga lingkungan dan sumber penghidupan. Inilah pentingnya budaya menjadi pijakan pembangunan desa,” ungkapnya.

Menanggapi sambutan Kepala Desa soal kondisi infrastruktur desa ia mengatakan akan menjadi perhatian.

“Saya tangkap maksud Pak Kades tadi. Mungkin jalannya perlu diperhatikan. Bahasa beliau halus, tapi saya pahami: ada lubang-lubang yang perlu ditambal. Insyaallah akan menjadi perhatian kami,” urainya disambut gelak tawa hadirin.

Penetapan Desa Sumber Wringin sebagai Desa Budaya Bumi Raung diharapkan mampu menjadi role model bagi desa-desa lain di Bondowoso untuk mengangkat budaya sebagai kekuatan pembangunan lokal yang berkelanjutan.

Untuk diketahui Nyonteng Kolbuk sendiri merupakan Bahasa Madura yang berarti meruwat sumber mata air.

Tradisi Ruwatan ini dilakukan dengan mengubur kepala kambing di dekat sumber mata air dengan harapan mata air tersebut terus bisa mengeluarkan air dan menyuburkan tanah disekitarnya.

Hal itu biasanya dilakukan Sebagai ungkapan rasa terima kasih pada Tuhan Yang Maha Esarasa atas sumber air dan untuk menjaga keberkahan mata air tersebut.

BACA JUGA :
Lapas Narkotika Lakukan Bhakti Sosial Kumham

Nyonteng Kolbuk diawali dengan menyembelih kambing di pagi hari.
Kemudian, kepala kambingnya dikubur di sebuah lubang yang telah disiapkan di bawah pohon dekat sumber mata air.

Dalam proses mengubur kepala kambing, diawali dengan pembacaan doa-doa oleh tokoh adat setempat. Usai itu, barulah kepala kambing dikubur.
Lengkap ada ubo-rampe yang disiapkan oleh warga sekitar.

Sedangkan daging kambingnya, kemudian akan dimasak oleh para lelaki di desa. Setelah masak akan dimakan bersama-sama seluruh warga.

Sembari menunggu prosesi daging kambing dimasak, pasangan pengantin kemudian berjalan sambil diiringi musik tabuhan kejung.

Mereka berjalan menuju lokasi sumber matai air, untuk mengambil air kolbuk. Selanjutnya, air kolbuk akan dibawa ke gapura untuk diserahkan pada tokoh adat setempat.

Usai prosesi sakral, masyarakat sekitar mengarak gunungan hasil bumi. Ada tiga gunungan yang berisi sayur-sayuran, dan buah-buahan. Gunungan yang diarak setinggi 1,5 meter, dengan diameter 100 cm.