Penulis : RAUSI
SAMURANO
SUMENEP, NET88.CO – Serial tanah leluhur yg Fenominal bagi Anak 80 an itu sejatinya hanya serial derama kolosal yang secara leksikal tak ada keterkaitan antara Judul dengan alur peristiwanya.
“Tanah Leluhur” secara implisit akan ada keterkaitan makna dengan alur cerita sepanjang tidak dimaknai secara leksikal.
“Tanah Leluhur” hanya bercerita tentang skandal kekuasaan dan berkelindan dengan perbirahian yg melibatkan bnyak sisi dan sinopsis cerita yang kadang terpotong.
Dan Tanah, kadang dimaknai sebagai lambang harga diri (Sejengkal tanah yg hilang) tanah juga bisa dimaknai kekuasaan, dan bisa juga dimaknai “Perbirahian” (Sejengkal tanah dekat WC).
Maka ketika berbicara tentang tanah ke 3 anasir makna diatas kadang selalu mengikuti dan akhirnya terkonstruksi dalam sebuah Skandal.
Persoalan tanah di indonesia tidak akan pernah selesai dan akan selalu ada sisi untuk “disengketakan”, titik dua dalam redaksi disengketan kita maknai selalu mengandung sisi lemah yang potensial dipersoalkan oleh orang-orang yang serakah, kenapa orang serakah??? Karena hanya orang-orang yang serakah lah yang akan selalu mencari cara untuk merebut tanah baik secara “legal” (memanfaatkan asas legalitas/Hukum untuk kepentingan niat jahatnya) maupun secara ilegal (memanipulasi hukum atau dengan akses kekuasaan).
Sejak saya terjun ke Dunia Hukum sebagai praktisi hukum sejak 2009 saya mencoba mengamati berbagai persoalan yang terkait sengketa tanah, selalu nampak unsur Keserakahan di sana.
Perkara tanah selalu melibatkan kerabat dekat apa sebab? Karena tanah asal adalah tanah dari leluhur yang sama.
Dan karena keserakahan pada salah satu pihak muncullah ketidak puasan dan berujung gugatan/perselisishan. Begitupun sering tanah tak bertuan (yang sebenarnya adalah tanah Bengkok atau Tanah Negara) dimanipulasi sedemikian rupa dengan melibatkan relasi kuasa Pemodal dan penguasa yang sekali lagi karena ada anasir Keserakahan dikuasai juga dengan berbagai Varian modus operandinya.
Belakangan ini banyak tanah yang seharusnya milik negara atau milik Daerah tiba- tiba beralih jadi lahan tambak, kenapa?, kemudian muncul saling klaim beberapa pihak, padahal para pihak itu adalah sama-sama Lintah tanah yang ingin menguasai tanah yang diperebutkan sekali lagi ya karena keserakahan.
Terakhir saya membaca telah ditersangkakannya 3 orang tua renta (Yang sudah berumur diatas 70 an tahun oleh Polda Jatim juga karena persoalan tanah.
“Saya sedikit tahu persoalan tanah tersebut karena pernah ikut nimbrung satu babak didalamnya. Saya pernah menjadi kuasa dari seorang Klien yang juga pernah melaporkan salah satu “tersangka” tersebut yang kemudian di-SP3 oleh penyidik Polres dan kemudian kita Praperadilkan dan kita menang kemudian klien kami gugat secara Perdata dan kemudian diterima oleh Majelis Hakim PN hingga ke tingkat Kasasi dn klien kami tetap dimenangkan, setelahnya saya tidak lagi ikut campur karena memang mungkin klien kami sudah puas dengan keadaannya Dan kemudian saya lewat…….
Ada juga beberapa pendapat yang mempertanyakan tentang “Daluarsa” perkara karena tempos dari perkara ini sudah 25 tahunan.
Tapi sayangnya dalam hukum pidana tidak mengatur daluarsa dalam proses penyelidikan dan penyidikan yg ada hanya dalam penuntutan sebagaimana pasal 78 KUHP.
Namun secara internal perkapolri no 12 tahun 2009 mengatur tentang penaganan perkara yang telah dilaporkan kepada Polri. Yang pada intinya mengatur ttg waktu penagaanan penindaklanjutan dari laporan dan atau pengaduan ke Polri berdasarkan berat ringannya perkara yang dilaporkan atau ditangani.
Secara Normatif Penyidik mungkin beralasan karena ini adalah perkara sangat sulit sehingga harus menungu 300 Purnama dan pergantian 7 presiden untuk menetapkan tersangkanya. Entahlah sesulit itukah ?
Saya tidak mau masuk dalam pokok perkaranya karena para pihak sudah ada kuasa hukumnya yang mengkaji mempelajari dan melakukan langkah taktis memenangkan perkaranya.
“Cuma saya membayangkan selama puluham tahun itu berapa kali ganti penyidik dengan karakter yang berbeda dan cara cara penanganan perkara yang tentu juga beda?!. Siapa saja yang telah mereka mintai keterangan padahal saksi-saksi kunci dalam perkara ini sudah wafat dan tentu susah disidik malaikat.
Berapa penyidik dan berapa kali mereka Soan ke Para “Saksi”. Dan apa saja yang dibawa pulang sebagai “oleh-oleh” bagi tamu yang soan itu ???. (Serius saya bertanya-tanya soal ini).
Ini menarik karena menyangkut lahan yang sudah ada hampir 600 KK yang telah menempati diatasnya. Bagaiamana kalau tiba2 proses tukar guling ini Menjadi Batal Demi Hukum karena proses yg dianggap ilegal ???. (Bersambung..).