Opini  

Opini Hati, Ketua JPKPN Bondowoso : Guru Konseling (BK) Harusnya Merangkul Bukan Memukul

Bondowoso||Net88

Membaca rilis berita online Net 88 Tanggal 01 Oktober 2022 …. Oknum Guru SMK N 1 Bondowoso Diduga Lakukan Kekerasan Kepada Siswi Didik sangat miris dan merupakan tindakan yang sama sekali tidak diperbolehkan, dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan peraturan dan hukum yang berlaku.

Mohammad Agam Hafidiyanto, SH selaku Ketua JPKPN Bondowoso sangat mengecam tindakan kekerasan tersebut apalagi diduga dilakukan oleh oknum Guru BK terhadap siswi anak didiknya. sehingga mengakibatkan adanya luka di bibir atas bagian dalam kemudian akibat kejadian tersebut korban mengalami luka dan sakit di bibir bagian atas serta kesulitan makan 3 (tiga) hari.

Seharusnya Kewajiban Guru Terhadap Anak Didik seperti pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (“UU 14/2005”) menyebutkan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.bukan malah menampar atau melakukan kekerasan yang melanggar kode etik guru Indonesia dimana Guru sebagai pribadi adalah panutan bagi anak didiknya. Guru tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan, namun juga budi pekerti yang kemudian akan membentuk pribadi anak didik yang diharapkan menjadi generasi muda Indonesia yang berkualitas. Demikian mulianya profesi guru, maka terdapat aturan main dalam menjalankan profesinya yang tertuang dalam Kode Etik Guru Indonesia.

Menurut Ketua JPKPN Bondowoso,” Apa yang diduga dilakukan oknum guru BK sangat disayangkan, bukan menjadi teladan dimana harusnya merangkul bukan malah memukul, sebagai tugas keprofesionalan, guru berkewajiban menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru serta nilai-nilai agama dan etiktentunya konsekwensinya akibat Memukul anak didik dapat digolongkan pada kekerasan terhadap anak dan dapat dipidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah oleh Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan telah diubah kedua kali dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah ditetapkan menjadi undang-undang oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang. Orang yang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak, akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 Juta” tegas Agam.

Artinya, tindakan kekerasan fisik sebagaimana digambarkan dalam kasus penamparan ini adalah tindakan yang sama sekali tidak diperbolehkan, dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan peraturan dan hukum yang berlaku. (Jo)

vvvv