Bondowoso, NET88.CO – Setelah menunggu sekitar 2,5 bulan permohonan Legal Opinion (LO) Pemkab kepada Kejari Bondowoso terkait permasalahan SK Direktur PDAM akhirnya terbit juga.
Pemkab juga telah memberikan statement pasca terbitnya LO tersebut.
Mengutip pemberitaan beberapa media online, Sekda menyatakan ada dua langkah penting yang perlu segera dilakukan Pemkab Bondowoso.
- Mencabut keputusan yang dianggap kurang tepat dan memperbaiki redaksi pengangkatan sesuai ketentuan.
- Segera merancang perubahan regulasi berupa Raperda tentang Perusahaan Umum Daerah (Perumda) sebagai penyesuaian dari bentuk perusahaan sebelumnya.
Tetapi hal ini tampaknya masih belum menyentuh akar permasalahan yang sebenarnya. Keanehan dalam proses penerbitan SK Direktur PDAM masih belum terungkap. Motif apa yang menjadi dasar penerbitan SK tersebut pun tidak dibuka dengan terang benderang.
Tak heran jika kemudian sebagian kalangan menganggap bahwa Pemkab (dalam hal ini Bupati dan Sekda, red) terjebak dalam arus permainan “orang-orang lama”.
Mereka yang terlibat dalam konspirasi dan kepentingan mendesak, sehingga harus “memaksakan” April Ariestha Bhirawa diangkat kembali sebagai Direktur PDAM Bondowoso.
Menyelesaikan (memperbaiki, red) SK Direktur PDAM bukanlah menjadi satu-satunya solusi. Memperbaiki dalam hal ini harus dimaknai sebagai “membetulkan”, sehingga Bupati bisa mengganti Direktur yang salah dalam proses perpanjangannya.
Artinya, untuk menyelesaikan permasalahannya secara tuntas, Bupati jangan sampai terjebak untuk harus tetap mengangkat Bhirawa sebagai Direktur PDAM.
Sebagai pengingat kembali, SK pengangkatan April Ariestha Bhirawa sebagai Direktur PDAM sudah memenuhi unsur cacat hukum baik secara formil maupun materiil. Jadi, kesalahannya bukan hanya sekedar kesalahan konsideran semata.
Dan patut diingat juga bahwa tidak ada pelantikan Direktur PDAM pasca terbitnya SK tersebut. Maka sekali lagi, perbaikan yang perlu dilakukan tidak hanya sekedar memperbaiki SK nya saja, namun proses pengangkatan atau perpanjangan secara keseluruhan.
Jika memang pengangkatan kembali menjadi opsi pilihan Bupati, maka evaluasi atas capaian kinerja harus dilakukan secara transparan. Tentunya dilakukan oleh lembaga (auditor, red) yang kredibel dan memiliki tingkat trusted yang tinggi.
Bukan sekedar auditor independen yang selama ini digandeng oleh PDAM untuk melakukan audit keuangan.
Mengapa demikian, karena anggaran yang dikelola oleh PDAM adalah murni berasal dari APBD, uang rakyat. Maka transparansi dan akuntabilitas menjadi harga mati.
Opsi lain adalah Bupati dapat menunjuk seorang Plt (pelaksana tugas) sambil lalu menunggu proses Perda peralihan bentuk PDAM menjadi Perumda selesai. Mengacu pada ketentuan pasal 5 dan 6 Perbup Nomor 26 Tahun 2012, hal ini memungkinkan untuk dilakukan.
Siapa yang akan ditunjuk sebagai Plt tersebut, bisa dari internal PDAM sendiri, atau dari kalangan pejabat Pemkab. Dan tidak perlu pelantikan untuk seorang Plt.
Dalam pemerintahan kita kenal asas praduga keabsahan pemerintahan. Asas ini merupakan prinsip hukum yang menyatakan bahwa setiap tindakan atau keputusan pemerintahan harus dianggap sah dan benar (rechmatig) sepanjang belum ada pembatalan atau putusan yang menyatakan sebaliknya.
Dengan kata lain, keputusan pemerintahan dianggap berlaku dan memiliki kekuatan hukum sejak dibuat sampai ada pihak yang membuktikan ketidakabsahannya dan ada putusan pembatalan resmi.
Bahwa pemerintah harus harus objektif, bukan emosional memang benar. Namun perlu diingat bahwa obyektif disini harus mengandung makna transparan, akutabel, kredibel, dan berdasar pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kesan yang ditangkap dari berlarutnya polemik terkait SK Direktur PDAM ini adalah ketakutan akan rentetan masalah besar di belakangnya.
Ini tentunya membutuhkan keberanian ekstra dari Pemkab untuk membukanya.
Perlu diingat juga bahwa setiap keputusan yang diambil oleh pejabat pemerintahan harus mencerminkan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), disitulah “RASA” keadilan untuk masyarakat harus terwakilkan.
Jika peraturan saja sudah direkayasa, dicari celahnya, jangan harap rasa keadilan dapat terwujud. Yang mungkin terjadi adalah rekayasa lanjutan untuk menutupi kesalahan sebelumnya.
Tentunya kita tidak ingin Bupati terjebak dalam arus jahat tersebut.
Namun demikian saya tetap mengapresiasi langkah yang sudah diambil oleh Pemkab sejauh ini, meski sebersit kekecewaan masih tersisa.
Dengan harapan semoga Nota Dinas yang dibuat oleh Bagian Hukum dapat menjadi masukan yang baik dan benar untuk Bupati.
Semoga nota dinas tersebut tidak menggiring Bupati kedalam jurang kesalahan yang sama.
Jika tidak, saya akan mengambil opsi untuk membawa permasalahan ini ke ranah hukum. Karena sebenarnya permasalahan ini adalah delik jabatan, dimana APH dapat masuk melakukan penyelidikan meski tidak ada pengaduan sebelumnya. (bersambung)
Penulis : Bang Juned

