NEWS  

Ketua KJJT (Komunitas Jurnalis Jawatimur) Mengambil Sikap.. “STOP KEKERASAN TERHADAP JURNALIS”

SURABAYA, NET88.CO – Komunitas Jurnalis Jawa Timur (KJJT) mengecam keras tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap dua jurnalis, Wildan Pratama dari Suara Surabaya dan Rama Indra dari Beritajatim.com, saat meliput aksi demonstrasi penolakan UU TNI di depan Gedung Grahadi, Senin (24/3/2025). Insiden ini menjadi sorotan karena mencerminkan ancaman terhadap kebebasan pers di Indonesia.

Ketua Umum KJJT, Ade S Maulana, menegaskan bahwa tindakan represif terhadap jurnalis merupakan pelanggaran serius terhadap kebebasan pers yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Kekerasan terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugasnya adalah tindakan yang tidak bisa ditoleransi. Aparat seharusnya melindungi, bukan justru melakukan intimidasi dan kekerasan,” tegasnya.

Kronologi Kejadian.

Menurut keterangan Rama Indra, ia meliput aksi unjuk rasa sejak pukul 14.16 WIB. Aksi demonstrasi awalnya berlangsung damai, namun mulai ricuh pada pukul 16.22 WIB saat massa aksi melempari botol ke arah barikade polisi di depan Gedung Grahadi. Kericuhan semakin memanas dengan lemparan batu, petasan, dan molotov. Bentrokan sempat terhenti saat azan Maghrib untuk berbuka puasa, di mana beberapa pendemo telah diamankan ke dalam gedung.

Setelah Maghrib, massa aksi masih bertahan di sekitar Alun-Alun Kota Surabaya. Kepolisian mencoba membubarkan mereka dengan kendaraan taktis water cannon dan mendorong massa ke Jalan Yos Sudarso serta Jalan Pemuda. Massa aksi menolak bubar dan kembali melempari polisi dengan batu, kayu, serta pecahan keramik trotoar.

Sekitar pukul 18.28 WIB, Rama Indra yang saat itu berada di pinggir jalan sisi samping belakang aparat, tengah merekam pembubaran aksi.

Dalam pengakuan Rama kepada komunitas jurnalis jawa timur. “Saya melihat beberapa polisi menangkap dua pendemo, lalu memukuli dan menginjak mereka. Saya merekam kejadian itu dengan ponsel saya,” ungkap Rama. Namun, tak lama setelah itu, ia justru menjadi sasaran kekerasan aparat.

“Tiga sampai empat polisi berseragam dan tidak berseragam menghampiri saya, memaksa saya menghapus rekaman video tersebut. Mereka memukul kepala saya dan menyeret saya. Saya sudah menunjukkan kartu pers yang menggantung di leher saya, tetapi mereka tetap memaksa saya menghapus video itu dan merebut ponsel saya,” tambahnya, Senin (24/3/2025)

Rama juga mengungkapkan bahwa ia mengalami kekerasan fisik. “Saya dipukul beberapa kali di kepala dengan tangan kosong dan kayu. Handphone saya diancam akan dibanting. Beruntung ada rekan jurnalis dari detik.com dan kumparan.com yang datang menolong saya dan menegur aparat yang memiting saya,” ujarnya.

Akibat insiden ini, Rama mengalami benjol di kepala, luka baret di pelipis kanan, serta bibir bagian dalam sebelah kiri lecet.

Kecaman dari KJJT.

Menanggapi insiden ini, Ketua Umum KJJT, Ade S Maulana, menegaskan bahwa tindakan kekerasan terhadap jurnalis adalah pelanggaran berat terhadap kebebasan pers.

“Kami mendesak Kapolda Jawa Timur untuk segera mengusut kasus ini dan memberikan sanksi tegas kepada aparat yang terlibat. Kekerasan terhadap jurnalis tidak boleh dibiarkan karena ini bukan hanya soal individu, tetapi juga menyangkut kebebasan pers dan hak masyarakat mendapatkan informasi yang akurat,” ujarnya.

Ade juga mengingatkan bahwa peran jurnalis dalam meliput peristiwa di lapangan adalah bagian dari tugas profesional yang harus dihormati oleh semua pihak, termasuk aparat kepolisian.

“Kami tidak akan tinggal diam. Jika kasus ini tidak ditindaklanjuti, kami siap mengambil langkah hukum dan menggelar aksi solidaritas sebagai bentuk protes atas tindakan represif ini,” tegasnya, Senin (24/3/2025)

KJJT juga mengimbau kepada seluruh jurnalis di Jawa Timur agar tetap waspada dalam menjalankan tugas di lapangan dan tidak segan untuk melaporkan segala bentuk intimidasi maupun kekerasan yang dialami.

Tuntutan KJJT.

Sebagai bentuk solidaritas dan perlindungan terhadap kebebasan pers, KJJT mengajukan beberapa tuntutan kepada pihak berwenang, yaitu:

  1. Kapolda Jawa Timur segera mengusut tuntas kasus kekerasan ini dan memberikan sanksi tegas kepada aparat yang terlibat.
  2. Jaminan perlindungan bagi jurnalis yang bertugas di lapangan, terutama dalam situasi demonstrasi dan bentrokan.
  3. Kepolisian harus memberikan edukasi kepada anggotanya tentang hak-hak jurnalis dan pentingnya kebebasan pers dalam sistem demokrasi.
  4. Pemerintah harus memastikan kebebasan pers tetap terjaga dan tidak ada lagi tindakan represif terhadap jurnalis yang menjalankan tugas jurnalistiknya.

Dengan kejadian ini, KJJT berharap ada perbaikan dalam perlindungan terhadap jurnalis dan tidak ada lagi kasus serupa di masa mendatang.

“Jurnalis bukan musuh, mereka bekerja untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Kami berharap kejadian ini menjadi yang terakhir dan menjadi pembelajaran bagi semua pihak,” pungkas Ade Ketua Umum Komunitas Jurnalis Jawa Timur, Senin (24/3/2025).

Sumber Resmi : Divisi Humas KJJT

vvvv