NEWS  

Ketua IWOI Simeulue Desak APIP dan APH Audit Anggaran RSUD Simeulue

Simeulue, NET88.CO – Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWOI) Kabupaten Simeulue, Eko Susanto, yang akrab disapa Bintang Selatan, mendesak Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera melakukan audit terhadap realisasi anggaran di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Simeulue. Pemeriksaan ini diharapkan mencakup seluruh sumber pendanaan, termasuk dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), serta sumber keuangan lainnya.

Desakan ini semakin menguat setelah persoalan dugaan ketidaktepatan pengelolaan anggaran RSUD Simeulue dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang diselenggarakan oleh Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Simeulue pada Senin (24/2) dan Selasa (25/2). Dalam rapat tersebut, DPRK Simeulue telah mendengar penjelasan dari Direktur Definitif RSUD Simeulue, dr. Effie Masyithah Siregar, Sp.OG, serta Andrianto selaku Plt. Direktur yang menjabat sementara.

Setelah mendengarkan berbagai keterangan, DPRK Simeulue akhirnya memutuskan bahwa permasalahan ini harus segera diperiksa oleh APIP guna memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran rumah sakit.

Eko menyoroti adanya indikasi pemborosan anggaran serta indikasi penyalahgunaan anggaran, di mana alokasi dana dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan prioritas utama. Ia menyayangkan kebijakan pengadaan barang yang dianggap belum mendesak, seperti lemari pendingin jenazah dan alat-alat kesehatan tertentu yang belum dipakai sampai saat ini, sementara kebutuhan dasar seperti obat-obatan masih belum terpenuhi bahkan terhutang kepada pihak distributornya.

“Anggaran rumah sakit seharusnya digunakan berdasarkan skala prioritas. Ketersediaan obat-obatan harus menjadi perhatian utama, bukan malah dialokasikan untuk pengadaan barang yang belum diperlukan dan bahkan belum dapat digunakan, untuk apa barang itu diadakan apakah hanya untuk pajangan semata atau sekedar memenuhi bukti realisasi anggaran,” tegasnya. Kamis, (27/2/2025).

Menurutnya, pola belanja yang tidak memperhatikan urgensi kebutuhan berpotensi mengarah pada pemborosan anggaran. Terlebih lagi, RSUD Simeulue mengandalkan BLUD sebagai sumber utama pembiayaan, yang memiliki keterbatasan anggaran. Tanpa pengelolaan yang bijak, kondisi ini dapat semakin membebani keuangan rumah sakit.

“Hutang obat-obatan kepada PBF (Pedagang Besar Farmasi) saja belum terselesaikan, tetapi malahan pembelian barang yang urgensinya masih dipertanyakan. Bahkan, menurut sumber terpercaya, beberapa alat kesehatan yang dibeli hingga kini belum pernah diuji coba setelah diserahkan oleh pihak rekanan pengadaan barang, apakah berfungsi atau tidak. Ini tentu menimbulkan tanda tanya besar,” tambahnya.

Eko menegaskan bahwa keputusan DPRK Simeulue dalam RDP harus segera ditindaklanjuti oleh APIP dan APH melalui pemeriksaan menyeluruh. Ia berharap proses ini bukan sekadar formalitas, tetapi benar-benar dapat mengungkap apakah terjadi penyalahgunaan anggaran di RSUD Simeulue.

“Kami meminta APIP dan APH segera turun tangan untuk memastikan tidak ada penyimpangan dalam penggunaan anggaran. Jika ditemukan indikasi pelanggaran hukum, maka harus segera ditindaklanjuti sesuai peraturan yang berlaku. Jangan sampai masyarakat menjadi korban akibat kebijakan yang tidak tepat,” tegasnya.

Sebagai seseorang pasien yang telah secara rutin berobat ke RSUD Simeulue selama lima tahun terakhir, Eko merasakan langsung dampak dari minimnya ketersediaan obat-obatan. Ia menekankan bahwa rumah sakit, sebagai satu-satunya fasilitas rujukan di pulau ini, harus benar-benar mengutamakan pelayanan kesehatan masyarakat dengan memastikan anggaran digunakan secara efektif dan tepat guna.

“Kita harus menyelamatkan anggaran daerah, terutama yang diperuntukkan bagi sektor kesehatan. Jangan sampai dana yang seharusnya bermanfaat bagi masyarakat justru disalahgunakan atau dialokasikan secara tidak tepat,” tutupnya.

Selain itu, berdasarkan informasi yang diperoleh, hutang RSUD Simeulue sejak November 2024 terus membengkak hingga angka yang cukup fantastis. Hutang tersebut mencakup pembayaran untuk obat-obatan dan jasa medis (Jasmed). Jika kondisi ini terus berlanjut, dikhawatirkan RSUD Simeulue akan menghadapi kesulitan yang lebih besar, termasuk ketidakstabilan dalam kepemimpinan, mengingat seringnya pergantian Plt. Direktur.

Permasalahan ini tidak hanya berdampak pada keuangan rumah sakit, tetapi juga dapat mengganggu kelancaran pelayanan kesehatan bagi masyarakat Simeulue.

vvvv