Pasalnya, kerjasama yang dibangun dengan pemerintah Belanda untuk memerangi kejahatan lintas negara semakin signifikan dan mengancam keamanan nasional hingga internasional.
Hal itu dituangkan oleh Yasonna, menegaskan bahwa,” Kejahatan transnasional meningkat seiring kemajuan teknologi karena jangkauannya global. Sehingga pemerintah harus membangun kerja sama bilateral di bidang teknologi digital agar bisa menangkal kejahatan secara efektif”.
Berbagai bentuk kejahatan transnasional yang telah merugikan masyarakat, di antaranya adalah perdagangan orang dan penipuan siber,ujarnya Yasonna.Dalam pertemuan yang didampingi oleh Duta Besar Republik Indonesia Mayertas dan Sekretaris Jenderal Andap Budhi Revianto tersebut, Yasonna ingin Indonesia dan Belanda meningkatkan kerja sama antar penegak hukum serta pengawasan perbatasan.
Indonesia sendiri telah menciptakan sistem database untuk memantau mobilitas korban kejahatan transnasional yang berhasil dipulangkan, serta mengetatkan proses pemeriksaan keimigrasian.
Selain itu, Indonesia sudah melakukan perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik, ekstradisi, dan kerja sama hukum dengan banyak negara untuk mengatasi kejahatan transnasional.
Sementara itu, Menteri Yeşilgöz menyampaikan apresiasi kepada Menteri Yasonna atas peningkatan kerja sama antara kedua negara. Belanda akan terus mendukung Indonesia dalam memerangi kejahatan transnasional, upaya reformasi hukum, serta pemajuan HAM.
Sedangkan CILC didirikan pada 1985 oleh pemerintah Belanda untuk program kerja sama yudisial dengan Indonesia.
Sejak tahun 2019 Indonesia beserta Reclassering dan CILC telah bekerja sama untuk memberikan kepada para pejabat dan petugas pemasyarakatan di banyak wilayah di Indonesia.
Dalam pertemuan ini para ketiga pihak sepakat untuk melanjutkan kerja sama yang berfokus pada peningkatan kapasitas SDM dalam penerapan sanksi alternatif.
“Indonesia dapat belajar dari Belanda dalam menangani tersangka dan terpidana, khususnya dalam penerapan sanksi alternatif dan kerja sosial,” tutur Yasonna.
Yasonna juga menyampaikan bahwa Indonesia telah memiliki Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru. KUHP ini mereformasi pendekatan sistem pemasyarakatan yang mengedepankan keadilan korektif, keadilan rehabilitatif, dan keadilan restoratif.
“Kerja sama dengan Belanda dapat membantu Indonesia menyusun peraturan pelaksanaan KUHP yang baru dalam menerapkan pidana alternatif, karena Belanda telah lebih dahulu menerapkan sistem pidana alternatif dan keadilan restoratif,” ungkapnya.
Dalam pertemuan bilateral ini, selain Sekretaris Jenderal, Menteri Hukum dan HAM didampingi juga oleh Staf Khusus bidang Hubungan Luar Negeri, Direktur Izin Tinggal Imigrasi dan Direktur Pelayanan Komunikasi HAM.(ndri/hal)