NEWS  

Batal Audensi Persoalan Pasca Tambang, Forum Rumah Kita dan Warga Menilai Kinerja DPRD Magetan Buruk

Magetan — Net88.co — Kejadian tak mengenakkan dialami oleh sejumlah aktivis dari Forum Rumah Kita dan sejumlah Warga Sobontoro dan Sumursongo yang hendak mengadu pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Magetan berkaitan dengan permasalahan dampak pasca tambang di lahan mereka yang belum direklamasi.

Pasalnya, setelah mendatangi kantor DPRD berdasarkan adanya surat undangan yang dilayangkan namun faktanya suara masyarakat ini tidak mendapat respon baik dari wakil rakyat yang duduk di kursi DPRD Magetan.

Betapa tidak, sebagaimana jadwal yang ditentukan bahwa Forum Rumah Kita serta perwakilan warga akan melakukan Hearing dengan DPRD serta sejumlah dinas terkait, namun yang terjadi hingga dua jam menunggu terpaksa gagal karena tidak ada kejelasan dari pihak DPRD.

Karena tak kunjung ditemui oleh Ketua DPRD Magetan, pada akhirnya Forum Rumah Kita bersama perwakilan warga yang terdampak akhirnya memutuskan walk out dari Ruang Banggar DPRD Magetan dengan hati yang kecewa.

Koordinator Forum Rumah Kita, Rudi Setiawan menyayangkan sikap dari Ketua DPRD yang terkesan tidak serius dalam menanggapi aduan warga. Menurutnya, wakil rakyat yang seharusnya memperjuangkan hak-hak masyarakat, ini terkesan acuh dan tidak peduli terhadap nasib sejumlah masyarakat yang sedang kehilangan hak guna lahan akibat terdampak pasca adanya aktivitas tambang yang belum direklamasi.

“Terlambat 15-30 menit wajar, kalau sudah dua jam lebih itu sudah tidak wajar, kami disini juga punya kesibukan, tidak hanya untuk menunggu para bapak pejabat saja, tentu ini sudah melampaui batas toleransi kami,” katanya pada awak media saat ditemui dilokasi. Kamis siang, (13/02/2025).

Beliau menuturkan meskipun menghargai Ketua DPRD yang sedang banyak kesibukan, namun mereka menilai sikap Ketua DPRD tersebut mencerminkan ketidak pedulian terhadap aspirasi dan keluhan masyarakat yang mereka wakili.

“Ada sekitar 27,8 hektar lahan pertanian rusak tanpa ada reklamasi, secara keseluruhan total 27 pemilik lahan dirugikan, itu terdiri dari 20 warga Sumursongo dan 7 warga Sobontoro, dan sampai hari ini tidak bisa melakukan aktivitas pertanian, itu jelas mematikan mata pencaharian mereka, ini permasalahan serius yang harus segera ada penyelesaian,” ungkapnya.

Adanya permasalahan ini, pihaknya merasa kinerja DPRD terkesan buruk dan amburadul, sehingga membuat warga yang ingin mengadu pada wakil rakyatnya merasa dipersulit dan tidak ditanggapi dengan baik.

“Permasalahan ini terjadi karena kinerja Sekwan yang amburadul, padahal jelas-jelas kedatangan kita disini atas undangan dari DPRD bukan semata-mata kita datang tanpa konfirmasi, tapi nyatanya mereka beralasan ada jadwal rapat yang bentrok, jelas itu tidak masuk akal,” terangnya.

Rudi berharap adanya permasalahan ini menjadikan bahan evaluasi DPRD untuk lebih mementingkan kepentingan masyarakat, hal itu tentu sesuai dengan fungsi utama mereka adalah mewakili dan menyuarakan aspirasi serta kepentingan rakyat, jangan sampai masyarakat hilang kepercayaan dengan para wakil rakyatnya.

“Tentunya kami berharap agar proses administratif di DPRD berjalan dengan baik dan terarah, sehingga apa yang menjadi permasalahan masyarakat dibawah ini segera bisa ditangani dengan serius, karena selain adanya kerugian yang dialami sejumlah pemilik lahan ditambah dampak yang ditinggalkan juga luar biasa berkaitan dengan kerusakan lingkungan yang cukup parah,” pungkasnya.

Dilain sisi, Ketua Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Supriyanto yang juga hadir dalam Hearing tersebut menyampaikan bahwa aktivitas tambang yang ada di Desa Sobontoro dan Sumursongo sudah berlangsung cukup lama, kurang lebih sejak 8 tahun lalu.

Namun, pihaknya merasa kesulitan untuk melakukan komunikasi dengan pemilik tambang karena saat ini tidak bisa dihubungi dan tidak masuk keanggotaan di APRI.

“APRI terbentuk baru tahun 2022 lalu, sedangkan aktivitas tambang di Sumursongo dan Sobontoro itu sudah berlangsung cukup lama, jadi kita belum bisa mengetahui secara pasti siapa pemilik izin yang sebenarnya, namun jika ada instruksi dari DPRD maupun dinas terkait, APRI siap untuk mengawal dan melakukan perbaikan lahan tersebut,” ucap Supriyanto.

Lemahnya sistem pengawasan terhadap lahan eks tambang dari dinas, serta kurangnya komunikasi dari wakil rakyat ke masyarakat bawah menjadi permasalahan konkret sehingga polemik ini tak kunjung ada penyelesaian. Bahkan DPRD sendiri terkesan mempersulit komunikasi sehingga masyarakat yang dirugikan merasa kebingungan tidak tahu harus mengadu kemana agar suara mereka dapat didengar dan ditindaklanjuti. (Vha)

vvvv