NEWS  

Diduga Aniaya Murid, Oknum Kepala Sekolah di Simeulue Siap Diproses Hukum

SIMEULUE, NET88.CO – Kepala Sekolah SD Negeri 12 Simeulue Barat, Kabupaten Simeulue, Aceh, Ahmad Nurdin, mengakui telah melakukan pemukulan terhadap salah seorang siswanya. Ia menyatakan siap mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai proses hukum yang berlaku.

“Benar, saya melakukan pemukulan terhadap siswa. Saya juga sudah mendatangi rumah ayah korban untuk mengakui kesalahan,” kata Ahmad Nurdin kepada wartawan melalui sambungan telepon, Minggu, 23 November 2025.

Terkait kronologi kejadian, Ahmad menjelaskan insiden itu berawal ketika siswa kelas VI tersebut terlihat bermain sambil melempar-lempar bangku bersama beberapa teman di halaman sekolah.

BACA JUGA :
HUT IWO, PD Pamekasan Lakukan Bhakti Sosial

Tidak senang melihat tindakan tersebut, ia kemudian menghampiri korban dan memperingatkannya. Namun, peringatan itu disertai tindakan fisik.

“Saya peringati dulu agar bangku jangan dilempar-lempar, kemudian saya berikan pelajaran dengan menampar dan memukul tangannya,” ungkapnya.

Ahmad mengakui bahwa tindakannya sebagai pendidik bertentangan dengan aturan. Meski demikian, ia masih ingin mempertahankan jabatannya sebagai kepala sekolah.

“Untuk sekarang saya belum siap berhenti dari jabatan kepala sekolah, namun saya siap menjalani proses hukum atas kesalahan saya,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Seorang siswa kelas VI di SD Negeri 12 Simeulue Barat, Kabupaten Simeulue, Aceh, diduga menjadi korban penganiayaan oleh kepala sekolahnya sendiri. Insiden tersebut terjadi pada Jumat, 21 November 2025, ketika para siswa sedang bermain di halaman sekolah.

BACA JUGA :
Suryo berharap UPPKA merupakan upaya peningkatan pendapatan keluarga Akseptor

Jasafri, orang tua korban, menjelaskan bahwa dugaan penganiayaan terjadi saat anak-anak berlarian di halaman. Kepala sekolah kemudian disebut langsung menampar dan menarik rambut korban.

“Kha gasang 3x, kha danga 3x, kha buduhu itarik (di pipi tiga kali, di tangan tiga kali kemudian rambut ditarik). Itu informasi dari kawan-kawan sekolah yang melihat kejadian itu,” ujar Jasafri kepada wartawan melalui sambungan telepon WhatsApp, Minggu, 23 November 2025.

BACA JUGA :
Deklarasi Madura Produktif Tanpa Narkoba

Jasafri mengatakan, setelah kejadian tersebut, anaknya mengalami trauma dan menolak pergi ke sekolah.

“Setelah kejadian hari Jumat itu, pada hari Sabtu saya suruh dia ke sekolah, tapi dia tidak mau karena masih trauma,” jelasnya.

Ia berharap aparat penegak hukum dan pihak terkait mengambil tindakan tegas terhadap dugaan kekerasan yang dilakukan oleh kepala sekolah tersebut.

“Kami sebagai orang tua sangat mengharapkan keadilan atas tindakan kepala sekolah terhadap anak kami,” tambahnya.