NEWS  

Sidang Sengketa Tanah Warga Sugihwaras di PN Magetan : Penggugat Hadirkan Saksi, Bongkar Dugaan Cacat Hukum AJB Tahun 2000

oplus_1026

Magetan — Net88.co — Persidangan perkara Perbuatan Melawan Hukum dengan nomor 14/Pdt.G/2025/PN Mgtn kembali digelar di Pengadilan Negeri Magetan, Rabu (5/11/2025).
Sidang yang melibatkan Ari Kristianti sebagai penggugat melawan Yuliana Sugeng, Elizabeth Setijono, dan Paulus Hermawan sebagai tergugat, memasuki babak penting dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak penggugat.

Dalam sidang tersebut, penggugat menghadirkan saksi kunci yang memperkuat klaim bahwa tanah dan bangunan yang kini disengketakan telah dikuasai dan ditempati keluarganya selama lebih dari dua dekade.

“Keluarga klien kami sudah tinggal di tanah itu sejak tahun 2000, tidak pernah ada yang datang menggugat atau mengakuinya. Warga sekitar juga tahu kalau itu rumah peninggalan almarhum orang tuanya,” ujar saksi kuasa hukumnya Dasi, S.H.

Kuasa hukum penggugat menilai, sengketa ini muncul karena adanya kejanggalan serius dalam proses pembuatan Akta Jual Beli (AJB) tahun 2000, yang dijadikan dasar penerbitan sertifikat oleh pihak tergugat. Menurutnya, AJB tersebut dibuat berdasarkan surat kuasa yang secara hukum sudah tidak berlaku, karena pemberi kuasa almarhum Agli telah meninggal dunia tiga tahun sebelum akta itu dibuat.

“AJB ini cacat hukum sejak awal. Surat kuasa tidak berlaku jika orang yang membuatnya sudah meninggal. Secara hukum, kuasa otomatis gugur ketika pemberi kuasa meninggal dunia. Jadi dasar pembuatan AJB itu tidak sah,” tegas kuasa hukum penggugat.

Ia menambahkan, dalam proses jual beli tersebut, istri almarhum, Yohana Triatni, juga tidak pernah dilibatkan atau dimintai persetujuan, padahal tanah tersebut termasuk dalam harta bersama (gono-gini).

“Kalau harta bersama dijual tanpa persetujuan pasangan atau ahli waris itu melanggar hukum. Apalagi di sini, pihak notaris dan PPAT tidak diberi tahu bahwa pemberi kuasa sudah meninggal. Ada unsur kelalaian, bahkan bisa dikatakan ada bentuk kecurangan administratif,” ujarnya.

Sementara dari pihak tergugat, kuasa hukum Gunadi, S.H. memberikan penjelasan berbeda. Ia menyebut bahwa proses jual beli dan penerbitan sertifikat yang kini dipegang oleh kliennya telah dilakukan secara sah dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

“Negara ini negara hukum. Siapa pun berhak menggugat, tapi yang jelas klien kami memegang sertifikat resmi dari BPN. Sertifikat itu sah, diterbitkan atas nama Bu Elizabeth. Tanah itu warisan dari orang tua mereka, bukan hasil perampasan,” ungkap kuasa hukum tergugat.

Ia bahkan menyebut bahwa istri almarhum Agli, Yohana Triatni, justru ikut menandatangani akta jual beli di hadapan notaris, sehingga gugatan ini dianggap tidak masuk akal.

“Kalau dulu sudah ikut tanda tangan di PPAT, kenapa sekarang malah menggugat? Itu artinya mengingkari kesepakatan yang dibuat sendiri. Tidak mungkin AJB bisa keluar tanpa tanda tangan pihak istri,” ujarnya menegaskan.

Kasus ini menyedot perhatian publik karena menyentuh aspek penting dalam hukum perdata: keabsahan surat kuasa dan tanggung jawab notaris/PPAT dalam transaksi tanah.
Banyak kalangan menilai, perkara ini dapat menjadi preseden hukum penting di Magetan, terutama terkait praktik pembuatan akta jual beli yang melibatkan dokumen dari pihak yang telah meninggal dunia.

“Ini bukan sekadar soal tanah, tapi soal kepastian hukum. Kalau surat kuasa dari orang yang sudah meninggal bisa dipakai, apa jadinya sistem hukum kita?” pungkas kuasa hukum penggugat dengan nada tegas. (Vha)

BACA JUGA :
Amali Seletreng : Tegaknya Kasus Bapang di Situbondo Tanda Terwujudnya Keadilan