NEWS  

Fauzi AS, Jujurlah

SUMENEP, NET88.CO – Saya sebenarnya mau diam. Tak mau ungkit-ungkit lagi soal BSPS. Data-data itu sudah mau dikubur. Seperti isu bawang yang sempat viral. Tapi karena akun tiktok bernama Fauzi AS bikin unggahan bersambung. Saya jadi geli. Apalagi ada yang ngirim bukti tf dari almarhum. Katanya bagian dari aliran BSPS. Saya tertawa. Lalu menjawab: Gak papa masukkan BAP. Itu Nol nya kurang. Atau ada yang edit. Kok tertulis Rp 502.500. (Lima Ratus Dua Ribu Lima Ratus).

Mas Fauzi bisa disebut aktor baru di Sumenep yang lagi naik daun. Kurang lebih 4 tahun lalu. Sudah mulai mewarnai isu-isu hukum, politik dan ekonomi. Tepatnya sejak sengketa Pilkades di Kecamatan Rubaru. Lalu menjadi garda pembela sengketa tanah Makodim Sumenep, terakhir kasus tanah pecaton yang ditempati Perum Bumi Sumekar.

Saya tak banyak tahu siapa Fauzi AS. Beberapa kali sempat ngobrol. Dari cara ngobrol dia merunduk. Menyembunyikan kelebihan. Mengerti siapa yang dihadapi. Peduli. Ngerti, misalnya-kalau saya bisa disuguhi rokok daripada camilan. Heheh

Saya bukan orang suci. Saya masih belepotan dosa. Kerjanya selalu menyisik hati. Masih ada di kubangan yahannu.

Dari beberapa kali ketemu. Saya menyimpulkan sosok Fauzi seperti orang yang tak mau dunia. Penampilannya sederhana. Katanya pengusaha. Tapi sering menjadi pembela. Bukan pengacara. Sering jadi tempat nongkrong pengacara. Juga aktivis dan wartawan.

Terkini, Mas Fauzi seperti ingin membela Kiki-Rizky Pratama-Korkab Pendamping BSPS Sumenep 2024. Hasil wawancaranya diunggah ke tiktok secara berseri. Dalam keterangan uang BSPS mengalir jauh. Disebut banyak yang kecipratan. Termasuk oknum wartawan, katanya.

Soal yang oknum wartawan saya tertatik dan saya tantang Mas Fauzi untuk ungkap secara jujur. Jangan ditutupi. Apa pun yang disampaikan Kiki sampaikan ke publik. Itu kalau Mas Fauzi mau dan bersedia. Kan seperti unggahannya, banyak yang menikmati uang BSPS. Tak boleh ditutupi, dong. Apalagi Mas Fauzi dari awal ingin mendobrak patgulipat BSPS. Itu kalau Mas Fauzi Suci Dari Debu.

BACA JUGA :
Pengamanan Arus Mudik dan Balik Lebaran Polda Jatim Gelar Operasi Ketupat Semeru 2025

Kalau emang nama saya ada, sebut saja. Toh saya tak keberatan. Dan lewat tulisan ini saya akan menjelaskan dari awal. Termasuk kutipan dugaan uang BSPS yang menguap sampai puluhan miliar. Bukan hanya Rp 1 miliar. Puluhan miliar. Saya ngerti betul. Dan Mas Fauzi ngerti berapa miliar uang yang dikelola pendamping BSPS. Yang dibungkus jasa SPJ.

Mas Fauzi ngerti, berapa jumlah pendamping BSPS dari 5.300 penerima. Dan benarkah, semua jumlah pendamping itu ada orangnya? Maksudnya benar benar kerja dan ikut tandatangan? Berapa gaji pendamping tiap bulan. Dan berapa bulan mereka digaji?

Misal saja, pendamping yang tak mengakui kerja berjumlah 200 orang. Negara membayar gaji 2 jt per bulan x 4 bulan. Jumlah berapa? Lalu siapa yang menikmati uang itu?

Juga ada pengakuan, jika SPJ per penerima Rp 1 juta x 5.300 penerima= berapa miliar yang dinikmati?

Katanya di tiktok, aliran BSPS kemana-mana hampir Rp 1 miliar. Lalu dibilang, tak mau dikorbankan dan tak mau masuk sendiri.

Itu baru uang SPJ dan gaji pendamping yang tak mengakui tandatangannya, berjumlah hampir Rp 7 miliar. Lalu bagaimana dengan pengkondisian toko bangunan. Yang katanya, setiap kecamatan cukup 1 toko bangunan yang didaftarkan sebagai penerima uang belanja material. Apakah tanpa timbal balik untung? Misal per titik penerima, ada sekian. Kan tinggal dikali jumlah penerima.

Itu di jalur pendamping. Lain dijalur pelaksana. Yang mayoritas dikerjakan tak sampai Rp 14 juta. Ada juga yang dikerjakan tak sampai Rp 10 juta. Dari angka Rp 20 juta. Wajar jika ada yang menyebut kerugian negara, jika rata-rata 30% x Rp 109,8 Miliar bisa mencapai Rp 32,9 miliar. Kerugian ini hanya versi netizen. Bukan versi penyidik.

Tak apa. Kita bahas yang oknum wartawan. Sebut saja Mas Fauzi, kalau anda emang bebas noda. Tak ada urusan dengan yang lain. Oknum wartawan, kok bukan wartawan. Kalau ada nama saya sebut saja. Biar saya akan akui kalau emang itu benar.

Kenapa?

Begini ceritanya. Awal Januari. Sepulang dari jogja. Baru selesai belajar AI. Saya ditanya teman. “Kak tak melo yang seratus?,” tanya si teman. Dia ngerti jika baru ada permintaan Rp 100 juta dari seseorang agar BSPS tak ramai. Dan uang Rp 100 juta itu, katanya untuk teman-teman wartawan.

BACA JUGA :
Epep Kendang New Kendedes, Buka Usaha Sampingan Baru

Dari teguran itu, saya sadar. BSPS sudah tak aman. Suatu saat akan meledak. Karena itu, sejak saya ketemu dengan Kiki dan almarhum di CAFE Arinna, saya langsung meluapkan kejengkelan soal pekerjaan BSPS yang amburadul. Saya sertakan foto pekerjaan yang ambruk sebelum ditempati penerima. Saya juga cerita kalau ada Kades yang nanya biaya untuk jadi wartawan. Terakhir saya bilang kepadanya: saya tak butuh apa apa. Saya butuh orang yang merampok program Pak Said Abdullah.

Saya menyampaikan di ruang terbuka seperti orang kesurupan. Mas Ainur dan Sheno yang duduk mendampingi saya hanya memandang. Tak berani menyela. Kiki hanya diam. Lalu almarhum menyampaikan: sudahlah jangan ungkit-ungkit BSPS 2024. Mari kita kerja nanti di tahun 2025. Saya langsung jawab: saya tak butuh lain-lain. Yang saya butuh siapa yang merampok program MH SAID Abdullah.

Suasana mulai reda setelah Mas Ainur memanggil petugas cofe untuk membayar tagihan ikan kakap 3 bungkus. Dan Gulai. Serta kopi. Almarhum dan Kiki belum sempat pesan karena saya bertiga datang dulu. Dan sudah dibayar. Mas Kiki menyela untuk membayar, kata petugas sudah terbayar. Lalu almarhum menyodorkan uang ganti konsumsi. Diterima Mas Ainur. Sampai di bawah kantin. Uang konsumsi cofe itu dibagi tiga. Mas Ainur dapat Rp 1 juta. Sheno Rp 2 juta. Saya Rp 2 juta sebagai bandar konsumsi, katanya.

Sebelum pertemuan itu, saya juga ditransfer oleh almarhum Rp 502.500. Maklum, saya dan almarhum kenal lama. Sama-sama aktif di PKB, dulu. Saya anggap uang kopi.

Sebelum almarhum tf, saya juga diberi uang oleh Pak Yon. Sebelum uang diterima. Saya bilang atas pesan Mas Ainur: jangan ambil uang BSPS. Dari siapa pun. Pak Yon langsung bilang. Ini uang pribadi saya. Itu bagi berdua dengan Ainur, kata Pak Yon. Amanat Pak Yon disampaikan. Dipotong uang rokok dan kopi di buku Warung SUN. Pak Yon sudah biasa beri uang kepada saya dan Mas Ainur. Kadag tak jelas uang dari siapa dan untuk apa. Hanya bilang, ini untuk kamu berdua.

BACA JUGA :
Kapolda Jatim Bela Sungkawa ke Korban Laka

Mas Ainur terus cuap-cuap BSPS di tiktok. Mas Sheno terus nulis soal BSPS. Lalu saya ditelpon oleh almarhum. “Ayolah berhenti. Kan sudah dapat besar,” katanya di balik telpon. Saya balik tanya: siapa yang menerima. Dan siapa yang memberi. Setelah ditelusuri, orang yang memberi salah orang. Penerima disangka utusan. Lalu saya dan Mas Ainur mendatangi si pemberi lalu minta maaf. Dia bercerita: sudah memberi Rp 15 juta. Si penerima ternyata sering kumpul di markas Mas Fauzi AS. Saya biarkan. Tak pernah negur-negur.

Suasana sudah tak terkendali. Almarhum tetap ngajak bertemu. Disepakati bertemu di JaVain Cofe. Di sana tetap bertiga. Dan saya tetap tak mau kompromi kecuali, menyebut orang yang merampok program MH Said Abdullah. Tujuan saya sederhana: ketika mengerti yang memanfaatkan program Pak Said. Semua urusan BSPS Sumenep akan clear. Akhirnya almarhum menyepakati. Tapi dia tetap minta nyebut angka nominal. Saya hanya tertawa. Di luar pintu, ada hanya nyeletuk.

Beberapa hari berlalu. Saya dipertemukan dengan orang dekat Kiki. Tak perlu sebut namanya. Ternyata dia punya daftar penerima aliran dari Kiki. Tapi orang itu, hanya fokus kepada kelompok wartawan dan aktivis. Dibeber satu per satu. Saya diam. Dengarkan ocehannya. Tapi saya menyela: itu kan arbes yang dibagi-bagi. Saya punya data-data yang dinikmati pendamping. Tapi namanya orang dekat Kiki, dia membelanya. Saya diamkan saja. Toh saya juga kantongi datanya.

Sampai di sini Mas Fauzi, silahkan buka ke Publik Aliran Duit BSPS. Jangan Diecer. Apalagi disembunyikan karena tak enak. Atau…gimana gitu

Salam
Dari Hambali Rasidi