NEWS  

Menanggapi Keluhan Warga Mantren, LSM Swastika Rudi Setiawan : “Pemerintah Desa Tidak Perlu Resah Didatangi LSM Jika Tidak Salah”

Magetan || Net88.co || Adanya keresahan dan juga rasa tidak nyaman Pemerintah Desa Mantren yang kerap di datangi sejumlah oknum LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat, sehingga menyebabkan Kepala Desa tidak betah berada di Kantor membuat salah satu warga setempat wadul ke Wakapolres. Jum’at, (01/11/2023).

Curhatan seorang warga yang diketahui seorang perempuan tersebut disampaikannya dalam acara Jum’at Curhat dengan Polres Magetan bertempat di Kantor Desa Mantren, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Magetan.

Dalam sesi tanya jawab diketahui seorang ibu-ibu yang merupakan seorang warga desa setempat mengungkapkan keresahannya karena kerap didatangi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), bahkan pihak desa merasa terintimidasi karena para oknum LSM yang datang seolah-olah mencari-cari kesalahan didesa terutama terkait anggaran.

“Seharusnya LSM itu bisa menjadi rekanan dan bisa membantu masyarakat, bukan menjadi momok menakutkan, ada ancaman, dikit-dikit dilaporkan padahal kita sudah berusaha semaksimal mungkin melalui koridor yang sesuai dengan aturan,” katanya.

Warga tersebut juga mempertanyakan pada pihak kepolisian dalam hal ini Polres Magetan terkait batasan hukum keterlibatan LSM pada program-program kegiatan desa.

“Apakah tidak ada batasan hukum bagi para LSM ini dalam masuk ke program-program desa,” tanyanya.

“Jadi kita itu sudah merasa benar tapi seolah-olah dibuat tidak benar, mbok yang diobok-obok itu desa yang bermasalah,” imbuhnya.

Lebih lanjutnya, karena adanya permasalahan tersebut hingga membuat Kepala Desa Mantren tidak merasa betah berada di Kantor Desa, sehingga rutinitas kegiatannya sering dilakukan diluar dalam hal ini di warung. Adanya hal itu tentu membuat proses pelayanan terhadap masyarakat menjadi terganggu, karena seringnya Kepala Desa yang absen dari Kantor hanya untuk menghindari oknum-oknum LSM yang datang.

“Mbah lurah itu ngantos kantornya pindah dhateng wande pak, (Mbah lurah itu sampai kantornya pindah ke warung pak-red), karena hampir tiap hari melayani LSM,” ungkapnya.

“Akhirnya menjadi momok menakutkan di desa,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut Rudi Setiawan dari LSM Swastika mengatakan bahwa jika pihak Pemerintah Desa sudah merasa benar dan telah menjalankan semua program-program desa sesuai dengan koridor maka tidak perlu merasa risih dan takut dengan kehadiran LSM.

Mengacu pada Pasal 24 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menyatakan:

“Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan Partai Politik, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), atau organisasi lainnya untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakkan dan pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.”

Adapun mengenai peraturan organisasi kemasyarakatan seperti LSM diatur dalam UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Atau biasa disebut UU Ormas.

Dari situ sudah jelas disebutkan fungsi LSM secara garis besar merupakan Lembaga Kontrol Sosial, LSM juga turut berpartisipasi menyuarakan beberapa isu-isu sosial ataupun kritik mereka terhadap pemerintah atau institusi apapun. Untuk itu sangat penting keberadaan mereka ditengah-tengah masyarakat sebagai suatu bentuk partisipasi masyarakat untuk membantu pemerintah berhasil melaksanakan program-program tersebut, setidaknya dengan memberikan kritik yang membangun.

“Kenapa ada desa yang kebakaran jenggot sehingga resah didatangi LSM, jika memang tidak bermasalah kenapa harus resah, itu yang patut kita pertanyakan, karena terkadang desa sendiri juga merasa benar dan tidak mau dikritik padahal masih banyak kegiatan desa yang dijalankan tidak sesuai dengan aturan, banyak kita temukan seperti itu,” jelasnya.

Sehingga kata Rudi dengan mengetahui tugas dan fungsi LSM ini Kades tidak perlu resah, jika ada LSM datang melakukan kroscek kegiatan desa dengan tujuan untuk mengumpulkan data, seharusnya disampaikan sesuai dengan fakta yang ada, tidak perlu resah dan merasa terintimidasi.

“Sudah jelas menurut aturan dari Kementerian Dalam Negeri (mendagri ) Republik Indonesia Nomor 113 tahun 2014, tentang Pengelolaan Keuangan Desa Pasal 40 ayat 1 tentang Laporan Realisasi dan Pertanggung jawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes, desa harus menjalankan program kerja secara transparan, tidak ditutup-tutupi,” pungkasnya.

“Ditambah lagi dengan adanya aturan dari Permendesa PDTT 13 tahun 2020 yang disitu disebutkan harus ada keterbukaan informasi pembangunan dan penggunaan anggaran di desa, jadi dalam aturan sudah jelas, jika ada desa yang merasa terganggu kedatangan LSM perlu diselidiki permasalahannya dimana,” tandasnya. (Vha)

vvvv